Pentingnya Revisi UU Telekomunikasi untuk Pembangunan Negara

Oleh: Yudha

 

UU Telekomunikasi No. 36/1999 saat ini sudah dipandang kuno untuk diterapkan di lingkungan telekomunikasi saat ini. Ada banyak aspek yang tidak diatur seiring perkembangan teknologi. Hal yang paling mendasar adalah masalah pemisahan penyelenggaraan jaringan, jasa dan jasa khusus (PP 52/2000). Masih ingat polemik BBM RIM dengan kominfo, penangkapan operator VoIP atau kasus IM2 yang kontroversial ? Beberapa hal itu tidak lepas dari lemahnya UU Telekomunikasi yang tidak selaras dengan perkembangan teknologi.

Dibandingkan dengan negara lain, Indonesia dapat dikategorikan tertinggal dalam penyelenggaraan telekomunikasi, baik perundangan maupun fisik. Penyelenggara jaringan di seluruh pelosok Indonesia membutuhkan investasi yang besar. Beban tersebut bertambah dengan keterbatasan UU Telekomunikasi dalam mengatur penyelenggaraannya (lelang spektrum frekuensi, ijin penyelenggaraan servis pada frekuensi, dll). Benchmark perijinan yang dilakukan ke beberapa negara tetangga; Singapura menerapkan facilities and service-based operator, Malaysia menerapkan converged multi-service license, sedangkan India menerapkan converged-unified access license; memperlihatkan kekurangan UU Telekomunikasi di Indonesia tertinggal dalam hal fleksibilitas perijinan (modern licensing) terhadap perkembangan teknologi terkait konvergensi telekomunikasi, informatika, dan penyiaran.

Apapun yang dilakukan terhadap perundangan telekomunikasi, baik revisi maupun diganti, tetap harus mengacu pada prinsip kemanfaatan bagi pemerintah, bisnis dan warga negara yang didalamnya mencakup aspek keadilan, transparansi, independensi, kualitas, efektifitas dan akuntabilitas. RUU Konvergensi yang sedianya menggantikan UU Telekomunikasi, hingga saat ini belum selesai dibuat. RUU Konvergensi terus mengalami revisi karena dipandang lebih mementingkan kalangan bisnis daripada warga negera. Padahal diyakini bahwa teknologi adalah salah satu pilar perkembangan negara/dunia. Bagaimana kita mau menyerahkan perkembangan negara bila dipercayakan pada operator yang notabene pengusaha asing?

Aturan modern licensing yang lebih fleksibel terhadap dinamika teknologi dapat membantu percepatan pertumbuhan telekomunikasi yang menunjang pembangunan. Penyelenggaraan jasa yang lebih dinamis dapat memilih alternatif modern licensing seperti service-based operator yang mencakup jasa jaringan, jasa aplikasi dan konten. Dengan prinsip keadilan, pemerintah dapat membuat perundangan yang mendorong kepentingan kalangan bisnis dan warga negara. Alasan kerugian operator atas penyelenggaraan di suatu daerah terpencil dapat diredam dengan prinsip keseimbangan keuntungan penyelenggaraan di daerah lain. Prinsip keadilan pada lelang frekuensi, jangan hanya dipandang dari kepemilikan frekuensi oleh operator, tetapi juga dipandang dari cakupan area, konvergensi jasa dan jumlah pelanggan operator. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat peraturan pemberian insentif dan kemudahan bagi operator untuk pembangunan di wilayah terpencil, atau menawarkan konsep resource-infrastructure sharing pada penyelenggaraan jaringan. Dengan ini diharapkan pembangunan negara dapat ditingkatkan dengan penyebaran kemajuan teknologi informasi, tanpa terbentur peraturan yang kuno.

 

Leave a comment