RADIO COEXISTENCE PADA TEKNOLOGI WIMAX – LTE & TEKNOLOGI NETRAL

Oleh: Budi Prasetya

 

Perkembangan teknologi telekomunikasi khususnya di bidang radio yang sangat cepat menuntut perubahan aturan/regulasi yang cepat pula untuk mengakomidir perubahan tersebut. Penyesuaian regulasi guna mengikuti perkembangan teknologi diperlukan sebagai suatu kebijakan strategis demi melindungi dan mengembangkan industri dalam negeri.

 

Teknologi akses radio digunakan untuk meningkatkan dan mempercepat penetrasi akses sampai kepada end user (korporasi dan individu). Teknologi akses radio, di satu sisi memiliki kelebihan dalam hal pembangunan/deployment karena menggunakan radio sebagai media transmisinya. Tetapi di sisi lain, karena memanfaatkan gelombang radio dengan frekuensi tertentu sebagai sumber daya terbatas, maka dalam pembangunan suatu sistem akses radio perlu perencanaan dan penataan penggunaan alokasi frekuensi serta standar atau persyaratan teknis dari teknologi yang digunakan. Hal ini penting untuk mengantisipasi perkembangan teknologi broadband yang membutuhkan resources yang sangat besar sementara alokasi spektrum frekuensi sangatlah terbatas.

 

Beberapa tahun terakhir ini dapat diamati bahwa teknologi broadband wireless access (BWA) juga berkembang sangat cepat, demikian pula skema penggelarannya juga berubah ke arah konvergensi jaringan dengan dukungan berbagai teknologi. Penggelaran berbagai teknologi BWA, seperti Wimax IEEE 802.16d, Wimax IEEE 802.16de, Wimax IEEE 802.16m, LTE dan advanced LTE, akan optimal pada kondisi yang sesuai dengan karekteristik masing-masing teknologi tersebut.

 

Penggelaran secara individual dari masing-masing teknologi pada suatu daerah (misalnya Jakarta atau Surabaya), yang memiliki kondisi yang heterogen jika ditinjau dari kondisi lingkungan, karakteriktik trafik, maupun macam layanan BWA yang dibutuhkan, akan kurang optimal. Selain mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut, kriteria teknik penggelaran yang optimal juga harus memperhatikan efisiensi penggunaan sumber daya, sebagai contoh berupa sumber daya frekuensi, jaringan akses, biaya dan kapasitas yang dapat dilayani.

 

Sebagai salah satu solusinya, pada teknologi Wimax dan teknolgi LTE dikembangkan skema penggelaran radio coexistence, dan berkembang pula isu tentang implementasi teknologi netral. Salah satu hal penting yang berkaitan dengan teknologi netral adalah penggunaan frekuensi secara bersama.

 

Perkembangan baru metode penggelaran teknologi BWA tersebut, antara lain didorong oleh kebutuhan pengguna yang memerlukan layanan tanpa batasan tempat, waktu, jaringan, perangkat dengan dukungan seamless connectivity, seperti ilustrasi pada gambar 1 di bawah ini:

seamless-connectivity

Gambar 1. Seamless Connectivity [3]

 

Skema penggelaran radio coexistence pada teknologi BWA, seperti Wimax IEEE 802.16d, Wimax IEEE 802.16de, Wimax IEEE 802.16m, LTE dan Advanced LTE, mendukung arah perkembangan ke arah single infrastructure design yang mempunyai kemampuan untuk digunakan pada lebih dari 2 teknologi. Pada single infrastructure design, diimplementasikan Software-Defined Radio (SDR), dimana sebagian besar subsistem dari berbagai teknologi, diimplementasikan dalam bentuk software sehingga terpenuhi syarat Reconfigurability, Ubiquitous Connectivity, Interoperability (multimode and multiband capability) [3].

 

 

SKENARIO RADIO COEXISTENCE PADA TEKNOLOGI WIMAX DAN TEKNOLOGI LTE

 

Teknologi Wimax Release 2 dan Advanced LTE, mempunyai persamaan skema penggelaran, berupa skema radio coexistence. Radio coexistence dapat diimplementasikan antara teknologi dengan standar IEEE; diantara teknologi dengan standar 3GPP/3GPP2; dan antara Wimax Release 2 dan advanced LTE.

 

Co-Existence antara Wimax Release 2 dan advanced LTE dapat dilakukan karena beberapa alasan berikut ini:

—  Sebagian besar elemen flat IP structure kedua teknologi tersebut adalah ekuivalen;

—  ASN gateway Wimax sesuai dengan MME dan Serving Gateway di LTE, dimana fungsi masing-masing gateway tersebut adalah mengelola RAN.

 

Flat IP structure dan gateway pada kedua teknologi memiliki unsur-unsur inti yang melakukan fungsi yang sama, tetapi air interface pada kedua teknologi tersebut TIDAK BISA digunakan secara bersama-sama oleh WIMAX dan LTE .

 

Wimax Release 2 dan advanced LTE dapat melakukan interworking, dengan skenario jaringan sebagai berikut:

interworking

Gambar 2. Interworking Teknologi Wimax Release 2 dan advanced LTE [3]

 

Teknologi Wimax Release 2 dan advanced LTE juga dapat menggunakan secara bersama (coexistence) dengan menggunakan secara bersama teknologi common subscriber management.

common-subscriber

Gambar 3. Common subscriber management untuk Teknologi Wimax Release 2 &advanced LTE [3]

Berikut ini skema radio coexistence antara Wimax Release 2 dan advanced LTE dengan menggunakan core networks yang terpisah.

 

skema-radio 

Gambar 4. Skema Radio Coexistence Antara Wimax Release 2dengan core networks terpisah [3]

 

Berikut ini seperti terlihat pada Gambar 5 merupakan salah satu skenario dari implementasi IEEE 802.16e dan IEEE 802.16m dengan frame coexistence :

 

implementasi-frame

Gambar 5. Implementasi Frame Coexistence padaIEEE 802.16e dan IEEE 802.16m [2]

 

Gambar 6. berikut ini memperlihatkan skema multi radio coexistence pada implementasi sistem dengan sesama standard IEEE, yaitu IEEE 802.11, IEEE 802.15.1 dan IEEE 802.16m.

skema-multi-radio

Gambar 6. Skema Multi Radio Coexistence pada Standard IEEE [2].

 

 prediksi

Gambar 7. Prediksi Implementasi GSM, WCDMA, LTE [3].

 

Berdasarkan prediksi implementasi GSM, WCDMA, LTE pada Gambar 7, dapat diperkirakan kebutuhan penerapan radio coexistence memang cukup mendesak untuk diimplementasikan. Gambar 8 di bawah ini memberikan ilustrasi skenario pembangunan radio coexistence antara teknologi LTE/HSPA dan GSM/EDGE.

 pembangunan

Gambar 8. Pembangunan Radio Coexistence Teknologi LTE/HSPA Dan GSM/EDGE [3].

 

3GPP selain mengatur implementasi skema radio coexistence, juga mengatur skema implementasi multi standard radio (MSR), yaitu penggunaan frequency band yang sama untuk digunakan oleh beberapa teknologi yang berbeda. Hal ini merupakan dasar skema teknologi netral. Gambar 9 di bawah ini menunjukkan implementasi skema MSR yang menggunakan perangkat radio yang sama.

implementasi-skema

Gambar 9. Implementasi Skema MSR Yang Menggunakan Perangkat Radio yang Sama [3].

 

 

Sedangkan Gambar 10. di bawah ini memberikan gambaran migrasi penggunaan spektrum pada skema MSR.

migrasi

Gambar 10. Migrasi Penggunaan Spektrum Pada Skema MSR [3].

 

Arsitektur teknologi BWA yang direkomendasikan oleh 3GPP Release 9 dan Release 10 telah mengakomodasi skema radio coexistence. Gambar 11 dan Gambar 12 berikut ini merupakan arsitektur 3GPP Release 9 dan Release 10.

arsitektur-3gpp

Gambar 11 Arsitektur 3GPP Release 9 [1].

 

 arsitektur-3gpp-1

Gambar 12 Arsitektur 3GPP Release 10 [1].

 

SKEMA TEKNOLOGI NETRAL

 

Teknologinetral dimaksudkan bahwa hak penggunaan spektrum didefinisikan dengan cara yang umum dengan cara membatasi emisi daya dan parameter-parameter lainnya. Ini berarti bahwa setiap teknologi diijinkan beroperasi dalam hak-hak ini diperbolehkan [4]. Selanjutnya, jika hak penggunaan frekuensi tidak menentukan jenis sistem (misalnya fixed atau mobile) maka jenis sistem dapat berubah selama sistem baru beroperasi dalam hak-hak yang didefinisikan. Akan terlihat bahwa banyak kesulitan yang berhubungan dengan hak penggunaan frekuensi timbul dari isu-isu implementasi (yaitu jenis sistem).

 

Perubahan penggunaan frekuensi, hal inidianggap terjadi ketika penggunaan spektrum baru yang diusulkan menimbulkan nilai parameter jatuh di luar yang ditetapkan dalam hak penggunaan spektrum dan yang menghasilkan potensi peningkatan gangguan/interferensi.

out-of-band

Gambar 13. Out of band interference & in band interference pada Teknologi Netral [4]

 

Pengaturan Teknolgi Netral untuk menghindari/memperkecil terjadinya Out of band interference dan in band interference antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut:

—  Pengaturan waktu

—  Batas geografi

—  Batas frekuensi

—  Pembatasan in band power

—  Pembatasan Out of band power

—  Faktor-faktor yang mencegah terjadinya interferensi

 

Rekonfigurasi,jika nilai parameter yang terkait dengan penggunaan baru yang diusulkan jatuh masih dalam spektrum yang ditetapkan dalam hak penggunaan spektrum, hal ini tidak dianggap sebagai perubahan penggunaan. Situasi ini dianggap sebagai konfigurasi ulang, yang pemilik hak penggunaan frekuensi berhak untuk melaksanakan tanpa perlu persetujuan atau negosiasi dengan regulator.

 

Bandwidth yang diperlukan, merupakan lebar dari band frekuensi yang diperlukan untuk memastikan transmisi berhasil.

 

Emisi yang tidak diinginkan terdiri dari:

  1. Out-of-band emisi: spektrum di luar bandwidth yang diperlukan dan dihasilkan dari proses modulasi;
  2. Spurious emissions: spektrum di luar bandwidth yang diperlukan, termasuk emisi harmonis, emisi parasit, produk intermodulasi dan produk konversi frekuensi.

 

Guard band adalah lebar spektrum yang tidak terpakai antara sistem radio yang berbeda, yang dirancang untuk mengurangi gangguan dari satu sistem ke yang lain untuk tingkat yang dapat diterima. Hal ini ditentukan oleh emisi out-of-band jatuhoff dari pemancar dalam satu sistem dan selektivitas penerima yang lain (serta jarak antara pemancar dan penerima).

 

Referensi:

[1]  3GPP (3rd Generation Partnership Project). Technical Specification Group Radio Access Network. Physical Layer Aspect for Evolved UTRA. Release 9 dan 10.

[2]  IEEE Standard: IEEE 802.11, IEEE 802.15.1, 802.16m, “IEEE Standard for Local and Metropolitan Area Networks”.

[3]  Laporan Kajian Perumusan Persyaratan Teknis Akses Radio, Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, Kominfo, 2011.

[4]  Final Report: Technology-neutral spectrum usage rights, Ofcom, February 2006.

 

KEMACETAN VS MOBIL MURAH

Oleh: Warih Maharani

 

Saat ini banyak sekali bermunculan produsen-produsen mobil yang mengeluarkan produk mobil murah. Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebutkan bahwa definisi mobil murah adalah mobil yang mempunyai kisaran harga antara 75 – 125 juta rupiah. Sebenarnya apa tujuan dari adanya mobil-mobil murah tersebut?

Adanya mobil murah, pada awalnya bertujuan agar masyarakat menengah ke bawah dapat turut menikmati memiliki mobil pribadi, tidak hanya sekedar orang kaya saja. Tidak sekedar mobil murah, tapi juga mobil yang ramah lingkungan.

Namun, apa dampak yang dirasakan masyarakat akan maraknya mobil-mobil murah tersebut?

Kemacetan lalu lintas yang semakin parah. Ya, tentu saja dengan tingginya minat dan permintaan akan mobil murah di Indonesia, menyebabkan semakin banyaknya mobil-mobil yang berkeliaran di jalanan. Banyaknya mobil tersebut semakin memperparah kemacetan yang saat ini sudah dirasakan di jalanan. Belum lagi ditambah dengan kemudahan yang ditawarkan dengan adanya kredit murah dengan jaminan minimal, terutama untuk kendaraan bermotor. Sehingga hal ini menyebabkan semakin banyaknya kendaraan bermotor yang berada di jalan raya.

Adanya rambu-rambu dan peraturan lalu lintas yang ada, terkadang tidak membantu untuk mengurangi kemacetan. Hal itu disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat untuk mau mematuhi peraturan lalu lintas yang ada. Karena alasan waktu, seringkali menyebabkan kendaraan bermotor menerjang lampu merah, berjalan melawan arus bahkan seringkali terlihat kendaraan bermotor yang nekad melintasi trotoar untuk pejalan kaki.

Rendahnya kesadaran masyarakat tersebut, sangat merugikan pengendara lain dan semakin memicu kemacetan lalu lintas.

Beberapa alternatif solusi dalam mengatasi kontroversi mobil murah dan kemacetan lalu lintas adalah :

Kenakan PAJAK yang tinggi

Jika memang Pemerintah meluncurkan program-program mobil murah, maka Pemerintah harus mencari alternatif cara untuk mengantisipasi permasalahan yang mungkin timbul, antara lain masalah kemacetan. Dengan adanya pajak mobil dan kendaraan bermotor yang cukup tinggi, maka masyarakat akan berpikir dua kali untuk membeli mobil, terutama untuk pembelian mobil kedua, ketiga dan seterusnya. Adanya pajak progresif yang telah diterapkan oleh Pemerintah, juga telah membuat masyarakat menimbang-nimbang jika ingin membeli mobil lagi. Namun hal tersebut belum terlalu menekan minat dan keinginan masyarakat untuk memiliki mobil lebih dari satu. Sehingga diharapkan dengan adanya pajak mobil dan kendaraan yang tinggi, dapat mengurangi kemacetan yang ada.

 

Pemerintah menyediakan transportasi umum yang BERSIH, NYAMAN dan AMAN

Salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat enggan untuk menggunakan fasilitas umum adalah ketidaknyamanan dalam angkutan tersebut. Selain itu juga masalah keamanan terutama bagi penumpang wanita. Rawannya kejahatan yang terjadi di layanan transportasi umum menyebabkan masyarakat menghindari untuk menggunakan transportasi umum tersebut. Di samping itu, jarang sekali ditemui sarana transportasi umum yang bersih. Minimnya kebersihan menyebabkan masyarakat tidak nyaman menggunakan alat transportasi umum, sehingga lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi. Perlu ditingkatkannya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan alat transportasi umum, tidak hanya sekedar menggantungkan pada petugas kebersihan.

Faktor rute dan jaminan waktu tempuh kendaraan umum juga seringkali menjadi faktor penyebab masyarakat enggan untuk menggunakannya. Banyaknya rute yang tidak dijangkau oleh sarana transportasi umum menyebabkan sebagian masyarakat kesulitan. Dan pada saat masyarakat menggunakan sarana transportasi umum, seringkali tidak adanya jaminan waktu tempuh, karena angkutan yang sering mangkal untuk menunggu penumpang. Jika Pemerintah dapat menyediakan transportasi umum yang bersih, nyaman dan aman diharapkan banyak masyarakat yang akan memanfaatkan fasilitas tersebut, sehingga dapat mengurangi jumlah mobil ataupun kendaraan di jalan raya.

 

Terapkan peraturan yang KETAT dan TEGAS dalam permohonan kredit mobil dan kendaraan bermotor.

Saat ini, relatif sangat mudah untuk mendapatkan kredit mobil dan kendaraan bermotor di Indonesia. Bahkan hanya dengan jaminan Kartu Tanda Penduduk (KTP), kita dapat mengajukan kredit kepemilikan kendaraan bermotor. Apakah memang seperti ini aturan yang berlaku ataukah adanya oknum-oknum yang menyelewengkan peraturan yang ada? Seharusnya peraturan mengenai kepemilikan dan pengajuan kredit kepemilikannya dapat diperketat serta dikawal dengan pengawasan yang ketat pula agar tidak terjadi pelanggaran.

Mengurangi beredarnya mobil dan kendaraan bermotor yang telah berusia tua

Jika dilihat sekilas, terlihat bahwa usulan solusi tersebut bersifat kejam dan tidak adil bagi sebagian masyarakat di Indonesia. Namun, logikanya adalah jika sudah banyak mobil-mobil baru yang berkeliaran di jalanan, maka peredaran mobil juga harus diseimbangkan dengan pengurangan mobil keluaran tahun lama. Setiap barang produksi, pastilah mempunyai batas waktu pemakaian, sehingga wajar jikalau hal tersebut juga diberlakukan untuk mobil dan kendaraan bermotor. Kualitas mobil dan kendaraan bermotor pasti semakin menurun seiring dengan pemakaian dalam jangka waktu tertentu. Seringkali kita lihat dijalanan, banyak mobil yang mengeluarkan asap hitam tebal yang mengindikasikan pembakaran yang tidak sempurna dalam mobil atau kendaraan bermotor. Hal tersebut tidak hanya sekedar menambah kemacetan, tetapi juga menyebabkan pencemaran udara.

 

Saat ini sudah bukan waktunya lagi untuk mempertanyakan dan menentang kebijakan mengenai mobil murah. Yang dapat dilakukan sekarang adalah Pemerintah harus menetapkan kebijakan yang tegas untuk mengatur dan mengurangi kemacetan, selain berupaya untuk menyediakan sarana transportasi umum yang bersih, nyaman dan aman untuk masyarakat Indonesia.

Referensi:

http://www.kumpulanartikelindonesia.com/kontroversi-mobil-murah-di-indonesia.html

Dampak Menara Telekomunikasi dan Radiasi Gelombang Elektromagnetik

Oleh: Budi Prasetya

 

Banyak fakta yang muncul di berbagai daerah yang menyatakan bahwa keberadaan menara telekomunikasi (tower) memiliki resistensi/daya tolak dari masyarakat, yang disebabkan isu kesehatan (radiasi, anemia dll), isu keselamatan, hingga isu pemerataan sosial.

Isu pertama yaitu isu kesehatan berkenaan dengan pancaran radiasi dari gelombang radio elektromagnetik dari transmitter pada menara telekomunikasi. Hal ini semestinya perlu disosialisasikan ke masyarakat bahwa kekhawatiran pertama (ancaman kesehatan) tidaklah terbukti. Radiasinya jauh di bawah ambang batas toleransi yang ditetapkan WHO.

Isu kedua adalah isu keselamatan, dimana masyarakat dan binatang yang ada di area bawah tower beresiko tertimpa runtuhan tower apabila tumbang. Hal ini menjadi perhatian pemerintah dan penyelenggara dengan melakukan pengurusan Izin (IMB) terlebih dahulu dengan memperhitungkan resiko tersebut. Biasanya tower dibangun pada area/lahan kosong yang pada radius jatuhnya tower tidak ada penduduknya. Kalau tower dibangun di area pemukiman, maka persyaratan pendirian tower harus terlebih dahulu diproses dan di penuhi, seperti izin dari masyarakat sekitar (yang berada pada area radius tower) dan jaminan keselamatan pemilik tower terhadap penduduk.

Isu yang ketiga adalah isu keindahan dan keserasian tata ruang wilayah. Dengan semakin menjamurnya tower, maka kota-kota di Indonesia cenderung berubah menjadi hutan-hutan tower yang membuat tata ruang kelihatan tidak indah dilihat/semrawut.

Isu keempat adalah banyaknya tower/menara telekomunikasi yang di dirikan tanpa izin dan atau dengan memiliki izin palsu alias bodong. Hal ini menyebabkan kerugian daerah atas hak PAD yang seharusnya diperoleh dari biaya izin dan pajak.

 

  1. Dampak Menara Telekomunikasi Terhadap Kesehatan

Medan gelombang radio elektromagnetik yang dipancarkan dari menara telekomunikasi mempunyai pengaruh terhadap status kesehatan manusia baik fisik maupun psikis (Hardjono dan Qadrijati, 2004). Beberapa penelitian menunjukkan:

  1. Dampak Terhadap Binatang

Penelitian dengan binatang kecil yang terpapar medan listrik sampai 100 kV/m menyatakan pengaruh pada komponen sistem saraf pusat. Hasil dari penelitian perilaku mennyatakan bahwa sistem saraf dapat dipengaruhi oleh medan listrik ELF (Soesanto, 1996). Beberapa penelitian menunjukkan adanya pengaruh medan listrik atau medan magnet terhadap fungsi reproduksi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa selain menghambat pertumbuhan dan meningkatkan jumlah kematian pada keturunan yang dihasilkan, ternyata medan listrik juga menyebabkan produksi telur menurun secara nyata (Yurnadi, 2000),

bts-dan-hewan

Gambar 1. BTS dan Hewan

 

Penelitian menggunakan medan listrik statis memberikan pemajanan pada tikus jantan dan terlihat bahwa pada tingkat pancaran 6 kV/10cm dan 7kV/10cm selama 1 jam per hari, 30 hari terus menerus, menimbulkan penyusutan berat testis, kerusakan sel tubulus seminiferus dan terjadinya kelainan kongenital pada anak seperti mikroftalmia, bulu kasar di sekitar kepala, penyempitan gelang panggul dan kelainan preputium like-testis (Mansyur, 1998), selain itu menghambat proses spermatogenesis mencit (Qadrijati dan Puspita, 2007).

Berdasarkan penelitian oleh Marino, et al. Tahun 1976 dalam Yunardi (2000), pancaran gelombang elektromagnetik dapat menyebabkan, penurunan berat badan dan meningkatnya laju kematian pada keturunan tikus kenaikan berat badan tikus (Somer, 2004), penurunan jumlah telur dan berat testis pada tikus (Yunardi, 2000), peningkatan stres oksidatif pada telur ayam, burung laut, dan eritrosit manusia (Torres-duran, et al., 2007). Hasil penelitian mengenai pengaruh medan ELF pada kompetensi kekebalan pada binatang tampaknya negatif (Soesanto, 1996).

Tetapi di lain pihak pancaran tunggal dari gelombang elektromagnetik frekuensi ekstrim rendah (ELF-EMF) (60 Hz, 20 mT) dalam jangka waktu 2 jam dapat meningkatkan kadar serum HDL-C, kandungan lipoperoksidase pada hati dan menurunkan kadar kolesterol total pada hati (Torres-Durran, 2007). Tetapi penelitian Qadrijati dan Indrayana (2008) menunjukkan bahwa pancaran gelombang elektromagnetik frekuensi ekstrim rendah (ELF-EMF) (50 Hz, 2,4 mT) selama 2 jam dapat memberikan pengaruh berupa penurunan kadar HDL-C dan kolesterol pada serum tikus. Perubahan tebesar terjadi 24 jam setelah pancaran, meskipun secara uji statistik tidak ada perbedaan bermakna. Mekanisme penurunan kadar kolesterol dan HDL-C dimungkinkan akibat dari stres fisik yang diakibatkan pembentukkan radikal bebas yang dapat merusak atau menurunkan aktivitas enzim metabolisme lipid di hati, tetapi mekanisme secara pasti pengaruh elektromagnetik terhadap metabolisme lipid masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Pancaran radiasi elektromagnet dalam jangka panjang berhubungan dengan terjadinya peningkatan risiko kardiovaskuler akibat adanya peningkatan yang signifikan dari kolesterol total dan kadar LDL-C (Low Density Lipoprotein-Cholesterol) (Israel et al., 2007).

Penelitian terhadap kelinci juga menunjukkan penurunan kadar asam lemak bebas dan trigliserida (Bellosi, 1996. Harakawa, 2004). Pada penelitian lain yang juga kelinci didapatkan bahwa kadar kolesterol dan trigliserida menurun secara signifikan dan kadar HDL meningkat secara signifikan juga (Luo, 2004).

 

  1. Dampak Terhadap Manusia

Hasil-hasil penelitian yang ada hingga kini belum dapat disimpulkan dengan mantap karena ada yang kontroversial bila menyangkut kesehatan masyarakat yang tingkat pancarannya relatif tidak begitu tinggi dibandingkan dengan pancaran terhadap tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan sumber medan elektromagnetik (Soesanto, 1996).

Energi yang terkandung pada medan elektromagnetik terlebih pada frekuensi ekstrim rendah, sebenarnya terlalu kecil untuk dapat menyebabkan efek biologi, akan tetapi dengan adanya perbedaan radiosensitivitas berbagai sel yang membentuk jaringan dan organ tubuh dan dihubungkan dengan dosis pajanan yang mungkin diterima memungkinkan terjadinya gangguan yang tidak diinginkan (Mansyur, 1998).

Semula gangguan kesehatan sebagai dampak radiasi medan elektromagnetik diketahui tahun 1972, ketika para peneliti Uni Soviet melaporkan bahwa mereka yang bekerja dibawah transmisi listrik tegangan tinggi menderita sakit dengan gejala yang berhubungan dengan sistem saraf seperti sakit kepala, kelelahan dan gangguan pola tidur. Namun, studi di lingkungan kerja memberikan hasil yang lebih konsisten antara pemaparan medan elektromagnetik dengan efek kesehatan tertentu seperti kanker, leukimia, tumor otak dan melanoma (Anies, 2003b).

bts-dan-manusia

Gambar 2. BTS dan Manusia

 

Pada tahun 1979, Kouwenhoven dan kawan-kawan dari John Hopkins Hospital melakukan penelitian pada 11 orang tenaga kerja yang bekerja selama 3,5 tahun pada sistem transmisi 345 kV. Dilaporkan bahwa tidak ditemukan gangguan kesehatan serta tidak dijumpai adanya proses keganasan, namun dari hasil analisis sperma, ditemukan penurunan jumlah sperma (Anies, 2003b).

Loboff menunjukkan peningkatan sintesis DNA sebesar 2,5 x 10-5 dengan pemajanan medan elektromagnetik 15 Tesla. Penelitian Cadossi, berupa peningkatan proliferasi limfosit diduga sejalan dengan peningkatan sintesis DNA dan bila tidak terkendali akan mengarah pada timbulnya keganasan (Anies, 2003b).

Penelitian pada manusia menunjukkan peningkatan 2 kali faktor risiko terkena leukimia pada anak yang terpajan medan elektromagnetik (Ahlbom, 2004), dan faktor risiko terjadinya kanker payudara (Anies, 2003). Selain itu juga timbul gejala yang tidak spesifik yaitu berupa gangguan tidur, tinitus, dan gangguan kecemasan (Husss dan Roosli, 2006) atau berupa keluhan : sakit kepala (headache), pening (dizzines), dan keletihan menahun (chronic fatigue syndrome) (Anies, 2003)

Pada umumnya, perubahan gambar darah termasuk penyimpangan kecil dari norma individual, tetapi nilai umumnya masih dalam norma fisiologis. Sedangkan penelitian Qadrijati (2002) tentang pancaran SUTET pada penduduk yang bermukim di bawahnya menunjukkan adanya perubahan jumlah lekosit dan gambaran limfosit meskipun secara statistik tidak bermakna.

 

Hasil Penelitian Tentang Efek Radiasi Gelombang Radio

Dari beberapa literature hasil penelitian, ada beberapa dampak negatif yang bisa ditimbulkan akibat radiasi yang berlebihan dari ponsel dan menara BTS [3]:

  1. Risiko kanker otak pada anak-anak dan remaja meningkat 400 persen akibat penggunaan ponsel. Makin muda usia pengguna, makin besar dampak yang ditimbulkan oleh radiasi ponsel.
  2. Bukan hanya pada anak dan remaja, pada orang dewasa radiasi ponsel juga berbahaya. Penggunaan ponsel 30 menit/hari selama 10 tahun dapat meningkatkan risiko kanker otak dan acoustic neuroma (sejenis tumor otak yang bisa menyebabkan tuli).
  3. Radiasi ponsel juga berbahaya bagi kesuburan pria. Menurut penelitian, penggunaan ponsel yang berlebihan bisa menurunkan jumlah sperma hingga 30 persen.
  4. Frekuensi radio pada ponsel bisa menyebabkan perubahan pada DNA manusia dan membentuk radikal bebas di dalam tubuh. Radikal bebas merupakan karsinogen atau senyawa yang dapat memicu kanker.
  5. Frekuensi radio pada ponsel juga mempengaruhi kinerja alat-alat penunjang kehidupan (live saving gadget) seperti alat pacu jantung. Akibatnya bisa meningkatkan risiko kematian mendadak.
  6. Sebuah penelitian membuktikan produksi homon stres kortisol meningkat pada penggunaan ponsel dalam durasi yang panjang. Peningkatan kadar stres merupakan salah satu bentuk respons penolakan tubuh terhadap hal-hal yang membahayakan kesehatan.
  7. Medan elektromagnet di sekitar menara BTS dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya tubuh lebih sering mengalami reaksi alergi seperti ruam dan gatal-gatal.
  8. Penggunaan ponsel lebih dari 30 menit/hari selama 4 tahun bisa memicu hilang pendengaran (tuli). Radiasi ponsel yang terus menerus bisa memicu tinnitus (telinga berdenging) dan kerusakan sel rambut yang merupakan sensor audio pada organ pendengaran.
  9. Akibat pemakaian ponsel yang berlebihan, frekuensi radio yang digunakan (900 MHz, 1800 MHz and 2450 MHz) dapat meningkatkan temperatur di lapisan mata sehingga memicu kerusakan kornea.
  10. Emisi dan radiasi ponsel bisa menurunkan kekebalan tubuh karena mengurangi produksi melatonin. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat mempengaruhi kesehatan tulang dan persendian serta memicu rematik.
  11. Risiko kanker di kelenjar air ludah meningkat akibat penggunaan ponsel secara berlebihan.
  12. Medan magnetik di sekitar ponsel yang menyala bisa memicu kerusakan sistem syaraf yang berdampak pada gangguan tidur. Dalam jangka panjang kerusakan itu dapat mempercepat kepikunan.
  13. Medan elektromagnetik di sekitar BTS juga berdampak pada lingkungan hidup. Burung dan lebah menjadi sering mengalami disorientasi atau kehilangan arah sehingga mudah stres karena tidak bisa menemukan arah pulang menuju ke sarang.

 

Berdasar penelitian WHO dan Fakultas Teknik UGM, pada pancaran gelombang dari BTS tidak terdapat radiasi yang membahayakan kesehatan manusia. Level batas radiasi yang diperbolehkan menurut standar yang dikeluarkan WHO (World Health Organization) masing-masing 4,5 Watt/m2 untuk perangkat yang menggunakan frekuensi 900 MHz dan 9 Watt/m2 untuk 1.800 MHz. Sementara itu, standar yang dikeluarkan IEEE C95.1-1991 malah lebih tinggi lagi, yakni 6 Watt/m2 untuk frekuensi 900 MHz dan 12 watt/m2 untuk perangkat berfrekuensi 1.800 MHz.

Umumnya, radiasi yang dihasilkan perangkat-perangkat yang digunakan operator seluler tidak saja di Indonesia, tapi juga seluruh dunia, masih jauh di bawah ambang batas standar sehingga relatif aman.Sejauh ini protes dan kekhawatir masyarakat terhadap dampak radiasi gelombang elektromagnetik yang dihasilkan perangkat telekomunikasi seluler lebih banyak datang dari mereka yang tinggal di sekitar tower BTS (base transceiver station).

 

Sejauh ini belum ada satu pun keluhan atau kekhawatiran akan dampak radiasi itu yang datang dari para pengguna telefon seluler. Padahal, jika dihitung-hitung, besarnya daya radiasi yang dihasilkan pesawat telepon seluler jauh lebih besar daripada radiasi tower BTS. Memang betul, daya dari frekuensi pesawat handphone sangat kecil, tapi karena jaraknya demikian dekat dengan tubuh kita, dampaknya jauh lebih besar.Pernyataan tersebut didasarkan atas hasil perhitungan menggunakan rumus yang berlaku dalam menghitung besaran radiasi.

Misalnya saja, pada tower BTS dengan frekuensi 1800 MHz daya yang digunakan rata-rata 20 Watt dan pada frekuensi 900 MHz 40 Watt, sedangkan pesawat handphone dengan frekuensi 1.800 MHz menggunakan daya sebesar 1 Watt dan yang 900 MHz dayanya 2 Watt.

Pada kasus antenna isotropis, besarnya radiasi pada jarak r dapat dihitung dengan rumus [4]:

Dimana :

Pr  : rapat daya pada jarak r

W: daya pancar antenna

r    : jarak dari antenna ke titik pengukuran

 

Berdasarkan hasil perhitungan, pada jarak 1 meter (jalur pita pancar utama), tower BTS dengan frekuensi 1.800 MHz mengasilkan total daya radiasi sebesar 9,5 W/m2 dan pada jarak 12 meter akan menghasilkan total radiasi sebesar 0,55 W/m2. Untuk kasus tower yang memiliki tinggi 52 meter, berdasarkan hasil perhitungan, akan menghasilkan total radiasi sebesar 0,029 W/m2. Jadi, kalau melihat hasil perhitungan demikian, sebenarnya angkanya sangat kecil sehingga orang yang tinggal di sekitar tower BTS cukup aman. Lagipula kalau tidak aman, bisnis sektor telekomunikasi pasti akan ditinggalkan konsumen [3].

Frekuensi 900 MHz Frekuensi 1800 MHz
Standar WHO 4,5 Watt/m2 9 Watt/m2
Standar IEEE C95.1-1991 6 Watt/m2 12 watt/m2
Radiasi BTS pada jarak 12m ±0.75 Watt/m2 0.55 Watt/m2

 

penangkal-petir-pada-tower

Gambar 3. Penangkal Petir pada Tower [3]

 

Pada Tower juga dilengkapi dengan grounding atau system pentanahan, yang gunanya adalah penangkap petir, dimana kalau terjadi petir maka yang duluan disambar adalah kutub negative yang terdekat dengan awan atau ion positive , dimana pada puncak tower dipasang finial dari tembaga dan dialirkan ketanah dengan kabel BCC, sehingga aliran petir cepat mencapai tanah dan mengamankan daerah sekitarnya dari sambaran petir, karena sifat dari arus listrik adalah mencari jalan tependek mencapai tanah, dan hilang di netralisir oleh bumi.

Berdasarkan penelitian Ng Kwan Hoong, Ph.D. seperti dapat dilihat pada Tabel 1, di bawah ini menyebutkan bahwa :

Tabel 1. Penelitian World Health Organization [6]

 

Pencegahan Efek Radiasi

Ada tiga upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi pancaran radiasi elektromagnetik yaitu [3]:

  1. Meminimalkan waktu pancaran, misalnya dengan tidak menggunakan handphone kalau tidak perlu sekali, sebisa mungkin memanfaatkan layanan SMS dibanding telephone, tidak mendekatkan handphone ke telinga sebelum panggilan tersambung, persingkat percakapan, dan tidak menggunakan handphone sewaktu sinyal lemah.
  2. Memaksimalkan jarak dari sumber radiasi misalnya dengan menjauhkan handphone dari kepala, menggunakan headset atau handsfree seefektif mungkin, dan tidak menyimpan handphone di saku celana pada saat handphone dalam kondisi on.
  3. Mengurangi radiasi itu sendiri, ditempuh dengan memilih handphone dengan level SAR (Spesific Absorption Rate) yang rendah. Level SAR ini biasanya dicantumkan dalam buku manual. ICNIRP (International Commission on Non-Ionizing Radiation Protection) memberikan batas maksimal sebesar 2,0 W/kg. Sekedar contoh, handphone Esia seri Fu memiliki level SAR 1,18 W/kg, sedangkan Nokia seri N70 levelnya 0,95 W/kg. Atau dengan meminimalisir pemakaian handphone di ruang tertutup dengan bahan logam atau baja, misalnya di dalam mobil.
  4. Mengkonsumsi Antioksidan, radikal bebas bisa memicu terbentuknya kanker, melalui sifatnya yang dapat menyebabkan kerusakan DNA. Antioksidan bisa berupa mineral (mangan, seng, tembaga, selenium), beta karoten, vitamin C dan vitamin E dari sayuran dan buah segar bersifat oposisi dengan radiasi elektromagnetik dan juga asam dari softdrinks.

 

  1. Dampak Menara Telekomunikasi Terhadap Keselamatan Masyarakat Sekitar

Resiko tertimpa runtuhan tower bagi masyarakat sekitar menjadi isu yang menjadi perhatian pemerintah dalam membuat peraturan pembangunan tower di pemukiman. Isu radiasi dan robohnya tower harus masuk dalam salah satu pasal dalam peraturan daerah. Rasa aman dan nyaman masyarakat harus menjadi hal utama yang dipertimbangkan. Peraturan eksisting dalam Peraturan Pemerintah, pemerintah telah mematok jarak aman untuk radiasi, jarak minimum menara BTS dari perumahan, luas minimum lahan, standar kontruksi dan hal-hal teknis maupun non teknis lainnya.

bts

 

Secara teori, jarak aman terdekat dengan BTS adalah sama dengan tinggi tower tersebut. Katakan untuk tinggi tower 52 meter, maka jarak ideal bangunan terdekat dengan tower pun harus 52 meter. Ini adalah perlindungan maksimal bangunan dari kemungkinan terjadinya tower yang ambruk.

 

Direktorat Jendarl Pos dan Telekomunikasi telah mengadakan pertemuan dengan Dinas Pekerjaan Umum, Pemerintah Daerah, Operator dan Vendor untuk menyepakati rancangan draft Peraturan tentang menara. Pemerintah memaparkan jarak aman menara, dimana untuk tinggi menara maksimun 45 meter jarak dari pemukiman publik adalah 20 meter. Bila peletakan dan pembangunan menara BTS di tempat komersial jarak peletakannya ialah 10 meter dan 5 meter bila di daerah industri. Untuk menara BTS dengan tinggi di atas 45 meter, jarak dari pemukiman minimum 30 meter, 15 meter bila di daerah komersial dan 10 meter bila di daerah industri.

 

  1. Menara Telekomunikasi Terhadap Tata Ruang Wilayah

Daerah urban diperkotaan sekarang ini sudah berubah menjadi hutan-hutan tower sehingga tidak sedikit kota yang tadinya tampak teratur dan tertata rapih menjadi terlihat semerawut. Perluasan coverage area yang dilakukan oleh operator-operator baru membawa dampak tercemarnya tata ruang wilayah di daerah-daerah urban. Hal ini perlu diantisipasi oleh pemerintah daerah setempat dengan mencari titik optimal antara pembatasan jumlah menara di satu sisi dengan pemenuhan kualitas layanan telekomunikasi kepada masyarakat daerahnya. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan dalam peraturan daerah mengenai pengaturan optimal jarak ideal dengan memperhitungkan link budget minimal kualitas layanan dan pengaturan penggunaan menaa telekomunikasi bersama antara operator penyelenggara jasa telekomunikasi. Hal ini diharapkan akan mampu mengurangi jumlah menara telekomunikasi dengan tetap menjaga pemenuhan kebutuhan masyarakat akan telekomunikasi [2].

 

Jarak antar BTS perlu dibatasi agar penempatan BTS dapat dilakukan secara optimal agar dapat memanfaatkan fungsi BTS secara maksimal. Untuk optimalisasi jaringan, operator perlu memberikan jarak yang konsisten antar BTS, misalnya per 1,5 kilometer. Tentu masalah jarak terkait dengan kepadatan trafik pelanggan di suatu daerah. Umumnya di perkotaan yang padat pemukiman, operator lebih sulit untuk menciptakan jarak yang konsisten antar BTS. Ini disebabkan tingkat kesulitan untuk mendapat lahan tanah (green filed) yang pas.  Untuk menyiasati persoalan lahan, solusinya adalah gelar menara BTS di atas gedung bertingkat (roof top). Sebagai informasi, Pemerintah Daerah DKI Jakarta sejak lima tahun lalu sudah melarang pembangunan menara baru BTS di green field.

 

Tower Telekomunikasi baik untuk pemancar Gelombang Micro Digital (GMD) maupun untuk BTS (Base Transceiver System) pemancar HP. Untuk GMD biasanya memancarkan gelombang elektromagnetik dengan frekuensi 4-7 Ghz, dimana antara antena pemancar dengan antena penerima berjarak sekitar maksimum 60 Km dan harus LOS (Line Of Sight) tidak ada penghalang yang menghalangi keduanya.

 

Jarak antar BTS biasanya bergantung terhadap kepadatan penduduk, pengguna potensial dan kapasitas BTS tersebut. Faktor ini yang biasanya mempengaruhi jarak antar BTS. Di daerah pinggiran kota, BTS biasanya berjarak 1-2mil (2-3 km), sedangkan di daerah perkotaan yang padat, BTS berjarak ¼ – ½ mil (400-800 m). Teknologi GSm biasanya memiliki jangkauan maksimum 35 kilometer tetap (22 mil). Jika menggunakan ponsel bertenaga rendah dalam medan datar berjarak 50-70 km, namun dengan medan berbukit-bukit jarak maksimumnya bervariasi dari 5-8 km. Tower GSM dapat menggantikan 3-80 km kabel jaringan nirkabel tetap.

 

Penghitungan jarak antar BTS dengan menggunakan persamaan rugi-rugi ruang bebas (free space loss, Lfs) dalam dB [4].

Lfs = 32.5 + 20 log(distance in km) + 20 log(frequency in MHz)

 

Sehingga misalnya untuk frekuensi 1800 MHz pada jarak 7 km, path loss yang terjadi adalah sebesar

L = 32.5 + 20 log 7 + 20 log 1800 = 114.5 dB

 

Penentuan Jarak antara BTS ini perlu DIATUR dengan lebih memperhatikan tata ruang di wilayah yang bersangkutan. Begitu juga dengan jumlah tower, perlu di batasi dengan mengoptimalkan penggunaan menara bersama dengan kesepakatan antar operator.

 

  1. Dampak Menara Telekomunikasi Terhadap PAD Pemerintah Daerah

Menara yang didirikan tanpa izin atau dengan izin bodong sudah menjadi rahasia umum. Tahun 2009 di Tasikmalaya, pemerintah daerah memerintahkan untuk membongkar 20% menara telekomunikasi karena izinnya bermasalah. Di Ibukota Jakarta, hampir 25% proses SITAC (site & acuisition) dari pembangunan menara bermasalah tetapi tower/ menara tetap didirikan. Hal ini tentunya akan membawa masalah dan berdampak pada merugunya pemerintah daerah atas PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang seharusnya menjadi haknya. Penyelesaian masalah ini perlu ditindaklanjuti dengan dituangkan dalam peraturan pemerintah daerah sehingga dampak pada kerugian Negara dan daerah atas PAD bisa di cegah.

 

Dari isu-isu dan dampak-dampak seperti yang disebutkan di atas yaitu kesehatan, keamanan/kenyamanan, tata ruang dan hak PAD bagi daerah, maka sebaiknya perlu dirancang suatu aturan (bisa dalam bentuk peraturan daerah) yang bisa mengakomodasi dan mengatur tentang pembangunan dan pengendalian menara telekomuniakasi demi kesejahteraan dan manfaat sebesar-besarnya bagi semua pihak terkait, yaitu pemerintah, industri dan masyarakat.

 

Sumber

 

[1]    Dwidjowijoto, Riant Nugroho, 2007, Analisis Kebijakan, Jakarta, Elex Media Komputindo (dan referensi di dalamnya).

[2]    Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan   Informatika, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, No 18, 7, 19, 3 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi.

[3]    Kajian Akademik Raperda Kota Metro Tentang Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi di Kota Metro, 2011.

[4]   Freeman, R.L., “ TelecommunicationTransmission Handbook, 3rd “, JohnWilley & Sons, 1991

[5]   Sumber artikel dari Surat Kabar Pikiran Rakyat, Tempo Interaktif dan CSR FILES(dan referensi di dalamnya).

[6]   malaysia_mobphone_basestations_and_health.pdf

[7]   Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 89 Tahun 2006 Tentang Pembangunan dan Penata Menara Telekomunikasi.

 

Cara Mesin Menerjemahkan Bahasa

Oleh : Arie Ardiyanti

Mesin penerjemah atau machine translation merupakan sistem terkomputerisasi yang mengautomatisasi proses penerjemahan dari satu bahasa ke bahasa lainnya (Nair and Peter 2012). Mesin penerjemah merupakan hal yang penting, khususnya pada kondisi sekarang dimana akses informasi dalam berbagai bahasa mudah didapatkan. Secara ekonomis, keberadaan mesin penerjemah pun dirasakan cukup penting, misalnya pada dunia industri yang biasanya mewajibkan produsen produk untuk menyertakan panduan penggunaan produk (manual book) dalam bahasa yang digunakan pengguna produk. Bahkan pada proses penerjemahan oleh seorang penerjemah sekalipun, mesin penerjemah dapat membantu dengan adanya translation memory, suatu sistem yang menyediakan list kata-kata yang umum digunakan dalam penerjemahan suatu kata tertentu dari suatu bahasa ke bahasa lain (Koehn 2010).

Pada prinsipnya penerjemahan dari suatu bahasa sumber (source language) ke dalam bahasa target (target language) mengikuti paradigma sesuai segitia Vauquois seperti pada gambar berikut ini.

Gambar Segitiga Vauquois (Yun-Nie 2010)

Berdasarkan tersebut, terdapat empat paradigma penerjemahan. Pada level terendah, bahasa sumber diterjemahkan kata per kata ke dalam bahasa target. Teknik ini dikenal sebagai pendekatan langsung (direct translation). Umumnya pendekatan ini menggunakan kamus bilingual untuk menentukan kandidat hasil terjemahan. Pendekatan langsung ini merupakan pendekatan yang pertama kali berkembang pada teknologi mesin penerjemah, pada tahun 1950-1960.

Pada level kedua dan ketiga dilakukan penerjemahan berdasarkan sintaktik dan semantik. Pada pendekatan ini, dilakukan analisa terhadap bahasa sumber untuk mengenali stuktur sintaktik dan semantik, kemudian struktur sintaktik dan semantik dari bahasa sumber diubah ke dalam struktur sintaktik dan semantik bahasa target. Kemudian dilakukan pembangkitan kalimat dalam bahasa target sesuai dengan struktur sintaks atau semantik bahasa target.

Pada level keempat penerjemahan dilakukan dengan menggunakan representasi bebas bahasa, atau biasa disebut interlingua. Secara teori, pendekatan interlingua memiliki keuntungan, yaitu tidak perlu mendefinisikan transfer rule antara pasangan bahasa sumber dan bahasa target. Namun permasalahannya, tidak mudah membuat reprsentasi antara yang mengakomodasi struktur beberapa bahasa sekaligus.

Mempelajari pendekatan penerjemahan, membuat saya kagum pada Noam Chomsky yang beberapa puluh tahun lalu mempercayai adanya struktur yang mirip antar bahasa sehingga pendekatan interlingua adalah hal yang mungkin.

 

Referensi:

Koehn, Phillip. Statistical Machine Translation. Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2010.

Nair, Latha, and David Peter. “Machine Translation Systems for Indian Languages.” International Journal of Computer Applications, 2012.

Yun-Nie, Jian. Cross Language Information Retrieval. Montreal: Morgan & Claypool, 2010.

 

 

 

 

ANALISA DIBALIK FENOMENA KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

Oleh : Arie Ardiyanti

Fakta Penggunaan Kereta Api

Kereta api merupakan salah satu transportasi umum yang banyak digunakan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS 2014), secara umum mencatat adanya kenaikan penggunaan layanan kereta api yang signifikan dalam dua tahun terakhir, khususnya untuk kereta api Jabodetabek. Pengguna kereta Jabodetabek naik 30% pada tahun 2013 atau naik dari 9779 ribu pengguna di tahun 2012 menjadi 10089 ribu pengguna di tahun 2013; dan mengalami kenaikan 48% di bulan Januari 2014 atau dari 10089 ribu pengguna di Januari tahun 2013 menjadi 14954 ribu pengguna di bulan Januari 2014. Kenaikan yang signifikan tersebut dapat disebabkan berbagai faktor, diantaranya harga tiket yang relatif terjangkau dibandingkan dengan biaya moda transportasi lain, adanya kepastian jadwal keberangkatan, serta faktor lain yang paling penting adalah bebas dari kemacetan. Hal tersebut menjadikan kerta api sebagai pilihan transportasi yang murah dan terjangkau bagi berbagai kalangan masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di kota besar dimana kemacetan merupakan masalah yang tidak dapat dihindari.

Namun demikian, dibalik larisnya layanan kereta api di Indonesia, masih belum diimbangi dengan adanya jaminan keselamatan bagi penumpang maupun awak kereta. Sejumlah kecelakaan kereta api pernah terjadi, dengan jumlah korban meninggal maupun luka berat yang bervariasi. Penyebabnya pun beragam, mulai dari aspek kelalaian manusia, masalah tidak lengkapnya perlintasan kereta dengan palang pintu, hingga masalah perawatan kereta yang kurang baik hingga menyebabkan kecelakaan (seperti rem blong). Mengingat pentingnya moda transportasi kereta api di Indonesia, khususnya kota-kota besar, maka perlu dikaji secara mendalam faktor-faktor penyebab kecelakaan kereta api di Indoensia, sehingga dapat dilakukan penanggulangan untuk meningkatkan keselamatan bertransportasi dengan menggunakan kereta api.

Data Kecelakaan Kereta Api

Kecelakaan kereta api sering terjadi di Indonesia. Beberapa diantaranya merupakan kecelakaan besar yang mengakibatkan puluhan koban jiwa maupun luka berat. Berdasarkan data dari Wikipedia, diketaui sejumlah data kecelakaan kereta api di Indoensia seperti pada tabel 1 berikut ini. Berdasarkan tabel tersebut diketahui sekitar 420 korban meninggal dan 600 korban luka berat akibat 42 kejadian kecelakaan kereta yang terjadi dalam kurun waktu 1944-2014.

 

 

 

Data Kecelakaan Kereta Api 1994-2014

Tanggal Nama KA Jenis Kecelakaan Penyebab Kecelakaan Lokasi Jumlah Korban Jiwa Jumlah Korban Luka
1 25 Des 1944 KA kehilangan rem masalah teknis Lembah Anai, Sumbar 200 250
2 19 Okt 2001 KA 220 Eksekutif Merak dengan KA225 pelanggaran sinyal human error Bintaro, Tangerang 156 300
3 25 Des 2001 KA 146 Empu Jaya dengan KA 153 Gaya Baru Malam pelanggaran sinyal human error Ketanggungan, Brebes 31 53
4 10-Jun-02 BB 306 15 dengan BB 204 10     Perlintasan Koto, Petak jalan Pauhlima Indarung 0 0
5 3-Jan-03 KA 73 Bima Anjlok masalah teknis Stasiun Bumiayu 0 0
6 21-Apr-03 Kereta Batubara Anjlok masalah teknis Stasiun Tanjung Karang 0 0
7 14 Mei 2003 KA 107 Anjlok masalah teknis km 204 Surabaya-Jogja 0 0
8 30 Mei 2003 KA 122 Fajar Utama Anjlok masalah teknis km 156 stasiun Kadokangabus 0 0
9 30 Juli 2003 KA 1404 Anjlok masalah teknis   0 0
10 1 Agt 2003 KA 84 Kamandanu Anjlok masalah teknis stasiun Lemahabang 0 6
11 27 Okt 2003 KA Argo Bromo Anggrek Anjlok masalah teknis stasiun Karangjati-grobogan 0 0
12 13 Des 2006 KA Sawunggalih Anjlok masalah teknis Karangasri, Banyumas 0 0
13 11 Des 2006 KA Mutiara Timur Anjlok masalah teknis Klakah, Lumajang 0 0
14 1-Nov-06 KA Parahyangan Anjlok masalah teknis Tanjungpura, Karawang 0 0
15 14-Apr-06 2 KA Sawit tabrak belakang human error Desa Fortuna, Sumut 2 0
16 16-Apr-06 KA Kertajaya dengan KA Sembrani tabrak belakang human error Grobogan 14 0
17 18-Apr-06 KRL Pakuan dengan Metromini Pelanggaran Perlintasan human error Perlintasan KA Duren Kalibata 5  
18 2-Jan-07 Komuter 241 Anjlok masalah teknis stasiun jakarta kota 0 0
19 16-Jan-07 KA Bengawan Solo Gerbong jatuh ke Sungai masalah teknis Kecamatan Cilongok, Banyumas 5 0
20 24-Jan-07 KRD Jkt-Rangkasbitung Anjlok masalah teknis Stasiun Palmerah 0 0
21 29-Jan-07 KA Bengawan Solo Anjlok masalah teknis Stasiun Bangodua, Cirebon 0 0
22 31-Jan-07 KA Sancaka Anjlok masalah teknis Ngajuk, Jatim 0 0
23 2-Feb-07 KA Sri Bilah dengan KA Barang kelalaian petugas human error Rantau Prapat, Sumut 0 9
24 25-Mar-07 KA Rapih Dhoho dengan Truk Gandeng tidak ada palang pintu masalah teknis Blitar 0 0
25 26-Mar-07 KA Mutiara Timur Pintu Perlintasan tidak tertutup, Sirenen tidak bunyi masalah teknis Surabaya 3 0
26 7-Apr-07 KA Tawang Jaya Anjlok masalah teknis Surodadi, Tegal 1 0
27 21-Apr-07 KA Serayu Gerbong jatuh ke Jurang masalah teknis Garut 0 46
28 5-Aug-07 KA Semen Gerbong terguling masalah teknis Kampung Juar, Padang 0 0
29 12-Aug-07 KA Gumarang Anjlok masalah teknis Grobogan 0 0
30 17-Aug-07 KA Barang Anjlok masalah teknis Batang, Jateng 0 0
31 23-Jan-09 KA Barang Antaboga dengan KA Rajawali tabrak belakang masalah teknis Bojonegoro 2 0
32 29-Jun-09 KA Logawa Anjlok masalah teknis Madiun 6 0
33 2-Oct-09 KA Senja Utama dengan KA Argo Bromo Anggrek tabrak belakang human error Petarukan, Semarang 0 0
34 28-Jan-11 KA Mutiara Selatan dengan KA Kutajaya Selatan     Stasiun Langen 0 0
35 Februari 2011 KA Babaranjang dengan KA Kertapati tabrak belakang human error 4 0
36 4 Okt 2012 KA Komuter Anjlok masalah teknis Stasiun Cilebut 0 0
37 14 Des 2012 KRD Pasuruan Anjlok masalah teknis Sidoarjo 0 0
38 4-Nov-13 KRL 456 Anjlok masalah teknis Stasiun Bojonggede 0 0
40 3-Jan-14 KA 7118 Pangrango Anjlok masalah teknis Cicurug 0 0
41 10-Feb-14 KA Siliwangi Anjlok masalah teknis Stasiun Cianjur 0 0

 

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa sebagian besar kecelakaan kereta terjadi karena Anljok sebesar 23 dari 41 kejadian, namun dengan jumlah korban jiwa yang relatif sedikit. Adapun faktor human error (pelanggaran sinyal oleh masinis, pelanggaran perlintasan kereta, maupun kesalahan petugas pengatur jalur kereta) merupakan kejadian yang kecil jumlah kejadiannya namun mengakibatkan jumlah korban jiwa yang besar. Jumlah korban Jiwa akibat berbagai sebab kecelakaan dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.

 

 

Usulan Solusi

Berdasarkan data tersebut, dapat diusulkan beberapa solusi penyelesaian sebagai berikut :

Faktor Penyebaba Kecelakaan Usulan Solusi
Human Error (kelalaian Petugas Pengatur Jalur, Pelanggaran Sinyal, Pelanggaran Perlintasan)
  1. Menegakkan disiplin kerja bagi pegawai KA dengan menerapkan sanksi dan reward yang tegas bagi pegawai yang melanggar sekecil apapun aturan. Hal ini juga berlaku bagi pengguna jalan yang melintas di perlintasan kereta. Sanksi tegas harus diberikan kepada pengguna jalan yang melanggaran lintasan ketika sudah terjadi peringatan kereta akan lewat.

 

Pemeliharaan Infrastruktur (rem KA blong, bantalan rel bergeser, besi bantalan rem hilang, gerbong jatuh, dll)
  1. Pemeliharaan secara rutin terhadap infrastruktur KA, serta pembaharuan terhadap rel kereta yang dianggap sudah tidak layak
  2. Melibatkan peran masyarakat untuk ikut menjaga rel dari ancaman pencurian bantalan rel kereta api atau tindak sabotase lainnya
  3. Mulai dipertimbangkan untuk menggunakan teknologi kereta tanpa rel (dengan tenaga induksi magnet) atau kereta tanpa sambungn antar gerbong.

 

Tidak ada palang pintu pada perlintasan
  1. Melengkapi semua perlintasan dengan palang pintu
  2. Mulai dipertimbangkan untuk membuat rel kereta tidak melintas di jalan raya, dapat dengan rel bawah tanah atau melayang
  3. Mulai menerapkan sistem pengereman yang mendadak di kereta api untuk meminimalisir angka kecelakaan di perlintasan kereta.

 

 

Jadi, kesimpulannya Kereta api merupakan alat transportasi public yang harus terus diperbaiki kierja layanannya karena semakin meningkatnya jumlah pengguna dari tahun ke tahun, khususnya untuk kereta yang melayani lalu lintas dari kota besat ke kota-kota penunjang disekitarnya (komuter line). Seharusnya, prioritas utama penyelesaian masalah kereta api adalah penegakan disiplin pegawai kereta api dalam mengatur jalur lalu lintas kereta, juga disiplin pengguna jalan ketika melintas di lintasan kereta, karena faktor inilah yang menyadi penyebab tingginya korban jiwa dari kecelakaan kereta api di Indonesia. Baru setelah itu, prioritas berikutnya adalah masalah pemeliharaan fasilitas dan harus mulai mempertibangkan penggunaan teknologi canggih untuk meingkatkan keselamatan berkereta api di Indonesia. Jaminan keselamatan kereta api meningkat, pasti penumpang pun merasa nyaman.

“Naik kereta api, tut….tut….tut…. Siapa hendak turut…..”

Sumber :

BPS. Jumlah Penumpang Kereta Api 2006-2014. Jakarta: Biro Pusat Statistik, 2014. http://www.bps.go.id/int/index.php/site/search?cari=kecelakaan+kereta+api&Submit=Cari . Tanggal Akses 02 April 2014

Wikipedia. “Data Kecelakaan Kereta Api di Indonesia.” 2014. http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kecelakaan_kereta_api_di_Indonesia . Tanggal Akses 02 April 2014

 

Embeddednisasi

Oleh: Ricky Rawung

Apa yang ada di benak kita ketika mendengar kata embedded system. Secara harafia embedded berarti “tertanam”, sehingga embedded system adalah “sistem tertanam”. Semua yang “tertanam” berada di dalam atau terpasang pada sesuatu yang lain. Sehingga dapat dikatakan embedded system merupaka sebuah sistem yang terpasang pada sistem yang lain.

Berdasarkan KBBI, sistem adalah perangkat unsur yg secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Berdasarkan pengertian ini, sebuah sistem tidak hanya terbatas pada sebuah perangkat elektronik atau sebuah perangkat industri. Semua yang tersusun dan membentuk totalitas adalah sistemm, gabungan rangkaian elektrik, motor listrik, dan baling-baling (sirip) membentuk perangkat yang dapat menghasilkan tiupan angin, misalnya kipas angin.

Kipas angin yang digerakkan oleh listrik (motor listrik) dapat dikatakan sebuah perangkat elektronik sistem pendingin ruangan. Namun, apakah perangkat ini merupakan sebuah embedded system. Selain sistem yang terintegrasi dengan sistem yang lain, embedded system memiliki batasan yang lain. Seblum meninjau batasan tersebut ada baiknya kita meninjau contoh yang lain, sehingga dapat menarik kesimpulan lebih objektif (berdasarkan lebih dari satu acuan).

Sistem penunjuk waktu (jam), seperti yang sudah diketahui bersama, sistem ini terdiri dari rangkaian mekanik, yang berputar, menggunakan sumber tenaga putaran yang di simpan dalam sebuah pegas [1]. Sistem dengan sumber pegas, sama sekali bukan perangkat elektronik. Namun, saat ini lebih sering menjumpai jam yang digerakkan dengan battre dari dengan pegas. Sehingga jam yang ada saat ini dapat digolongkan sebagai perangkat elektronik. Jam yang dimaksud pada pembahasan ini, juga belum dapat disebut sebagai sebuah embedded system.

Menurut buku embedded system [2]. Karakteristik embedded system yaitu hanya menyelesaikan satu tugas tertentu, memiliki batasan yang sangat ketat misalnya dimensi, memori, dan sumber tegangan. Selain itu sistem ini juga diharapkan agar dapat reaktif dan beroprasi dalam real-time.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kipas angin dan jam bukanlah sebuah embedded system. Karena kipas angin tidak memiliki memori dan prosesor sehingga tidak dapat melakukan komputasi. Sementara jam meskipun harus presisi dalam hal waktu, dengan alasan yang sama dengna kipas angin, maka jam bukanlah sebuah embedded system.

Dalam dunia yang informatif saat ini, kita tidak dapat terlepas dari perangkat embedded system. Perangkat ini dapat mempermudah kehidupan manusia, berdasarkan proses komputasi dan kendali yang dapat dilakukannya. Selain, karena bentuknya yang semakin kecil, maka embedded system sering kali tidak disadari keberadaannya. Misalnya pada kipas angin, atau pada jam tangan.

Pada kipas angin yang elektrik, dapat diatur berdasarkan level kecepatan kipas. Sementara itu dengan menambahkan embedded system di dalamnya maka kecepatan kipas dapat diatur berdasarkan luas ruangan, atau jumlah orang sesuai dengan logika proses yang sebelumnya telah di tentukan. Untuk mengubah informasi linkungan atau alam maka digunakan perangkat yang disebut sensor.

Pemasangan sensor juga dapat dilakukan pada jam tangan. Dengan demikian perangkat ini harus memiliki sumber tegangan (listrik), menjadi perangkat elektrik. Jika ditambah dengan kemampuan yang lain, misalnya penunjuk jarum diganti dengan LED, dan menambahkan sensor pendeteksi detak jantung. Maka sangat mungkin perangkat ini menjadi sebuah perangkat yang handal dan berfungsi juga untuk memantau kesehatan pemiliknya.

Dengan demikian, kipas angin dan jam tangan, berdasarkan pejelasan diatas maka dapat digolongkan kedalam sistem embedded. Karena telah memeliki beberapa karakteristik dari sebuah embedded system. Saat ini perkembangan embedded system telah semakin maju, dimensi perangkat menjadi lebih kecil, dan kemampuan komputasi hampir menyamai personal komputer.

Perangkat yang lain yang diubah dari sebuah sistem menjadi emedded system misalnya, oven panggangan, yang semulah menggunakan timer manual, saat ini dapat ditemukan panggangan yang menggunakan timer otomatis, bahkan dapat di kendalikan dari jarak jauh misalnya dengan menggunakan jaringan ethernet (internet).

Perangkat yang semakin kecil dan canggih, mendorong sebuah tren baru (wearable device). Beberapa produk yang mengusung teknologi wearable yaitu, kacamata google glass, cinci bluetooth dan gelang pendeteksi kesehatan [3]. Dengan demikian secara cepat atau lambat, perkembangan teknologi dapat mengubah peradaban dan budaya manusia.

Pustaka

[1] M. brain, “Inside a wind-up alarm clock,” May 2014. [Online]. Available: http://electronics.howstuffworks.com/gadgets/clocks-watches/inside-clock.htm

[2] F. Vahid and T. Givargis, Embedded System Design: A Unified Hardware/Software Introduction, 1st ed. New York, NY, USA: John Wiley & Sons, Inc., 2001.

[3] mashable, “Wearable devices,” May 2014. [Online]. Available: http://mashable.com/category/wearable-devices/

Mahkamah Konstitusi: Puritankah?

Oleh: Lukman Abdurrahman

 

Pendahuluan

Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan lembaga tinggi negara yang lahir belakangan paska kejatuhan Rezim Orde Baru. MK dihasilkan melalui rangkaian amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001. Hasil amandemen tersebut dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B UUD 45 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9 Nopember 2001.

Selanjutnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah menyusun dan menyetujui secara bersama UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu (Lembaran Negara Nomor 98 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316). Dua hari setelah itu, yakni pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 147/M Tahun 2003 melantik hakim konstitusi untuk pertama kalinya yang dilanjutkan dengan pengucapan sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16 Agustus 2003.

Adapun gagasan pembentukan MK merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul pada abad ke-20. MK adalah lembaga negara pengawal konstitusi dan penafsir konstitusi demi tegaknya konstitusi dalam rangka mewujudkan cita-cita negara hukum dan demokrasi untuk kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat. MK merupakan salah satu wujud gagasan modern dalam upaya memperkuat usaha membangun hubungan-hubungan yang saling mengendalikan dan menyeimbangkan antar cabang-cabang kekuasaan negara.

Check and Balance

Paska era Orde Baru ada tuntutan masyarakat yang demikian kuat untuk memaknai kembali kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih bermartabat. Artinya peran negara harus mengayomi kehidupan warganya demi tercipta cita-cita luhur kehidupan kebangsaan seperti tertuang di dalam Pembukaan UUD 45. Oleh karenanya, tuntutan perubahan UUD 45 menjadi keniscayaan dan harus digulirkan karena juga didasarkan pada pandangan bahwa UUD 45 tidak cukup memuat sistem checks and balances antar para pemegang pemerintahan (lembaga negara). Hal ini diperlukan untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan atau suatu tindak melampaui wewenang.

Selain itu, UUD 45 tidak cukup memuat landasan bagi kehidupan demokratis, pemberdayaan rakyat, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Aturan UUD 45 juga banyak yang menimbulkan multitafsir dan membuka peluang bagi penyelenggaraan yang otoriter, sentralistik, tertutup, dan penyimpangan lainnya Tuntutan tersebut kemudian diwujudkan dalam empat kali perubahan UUD 45.

Perubahan Pertama, dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR Tahun 1999, terkait dengan pembatasan kekuasaan Presiden dan penguatan kedudukan DPR sebagai lembaga legislatif. Perubahan Kedua dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR Tahun 2000, meliputi masalah wilayah negara dan pembagian pemerintahan daerah, menyempurnakan perubahan pertama dalam hal memperkuat kedudukan DPR, dan ketentuan-ketentuan yang terperinci hak asasi manusia.

Perubahan Ketiga ditetapkan pada Sidang Tahunan MPR Tahun 2001, meliputi ketentuan tentang asas-asas landasan bernegara, kelembagaan negara dan hubungan antar lembaga negara, dan ketentuan-ketentuan tentang pemilihan umum. Perubahan keempat dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR Tahun 2002. Materi perubahan pada Perubahan Keempat adalah ketentuan tentang kelembagaan negara dan hubungan antar lembaga negara, penghapusan Dewan Pertimbangan Agung (DPA), ketentuan tentang pendidikan dan kebudayaan, ketentuan tentang perekonomian dan kesejahteraan sosial, dan aturan peralihan serta aturan tambahan

Dengan demikian tidak ada lagi lembaga tertinggi negara, yang sebelum perubahan UUD 45, lembaga tersebut menjelma pada MPR. Sekarang MPR dimasukkan sebagai kelompok lembaga tinggi negara, sejajar dengan DPR, Presiden, BPK, MA dan sebagainya. Oleh karena itu terdapat kesetaraan kelembagaan. Namun demikian antar lembaga tersebut akan terjadi interaksi fungsi pengawasan dan penyeimbangan. Hubungan kelembagaan yang saling mengontrol dan mengimbangi tersebut tentunya memungkinkan terjadi sengketa antar lembaga negara tersebut, khususnya yang terkait dengan kewenangan konstitusional. Karenanya, dibutuhkan Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa dan memutus sengketa kewenangan konstitusional antar lembaga negara tersebut.

Peran Mahkamah Konstitusi

Berdasarkan ketentuan perubahan UUD 45, MK merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman selain Mahkamah Agung. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dengan demikian, MK adalah suatu lembaga peradilan, sebagai cabang kekuasaan yudikatif yang mengadili perkara-perkara tertentu yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan UUD 45.

Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang ditegaskan kembali dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d UU 24/2003, kewenangan MK adalah:

  • Menguji undang-undang terhadap UUD 45;
  • Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 45;
  • Memutus pembubaran partai politik; dan
  • Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Selain itu, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 yang ditegaskan lagi oleh Pasal 10 ayat (2) UU 24/2003, kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah:

  • Memberikan keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 45.

Komplemen Mahkamah Konstitusi

Fungsi dan peran MK sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena denyut hukum di Indonesia ‘bisa’ diatur oleh MK. Dapat dibayangkan, misalnya, sebuah Undang-Undang yang lama dipersiapkan atas masukan dari Pemerintah atau inisiatif DPR sendiri atau inisiatif keduanya, dapat dibatalkan oleh MK hanya dengan ‘ongkos’ relatif sangat murah. Kita ketahui jumlah hakim MK hanya 9 (sembilan) orang. Waktu dan ongkos pemrosesan perkara memang relatif, demikian pula yang mengajukan judicial review dapat sekelompok orang atau satu dua orang atas nama sendiri atau atas nama orang banyak lainnya, yang pada dasarnya tidak terlembagakan seperti DPR. Padahal DPR bersama pemerintah yang menyiapkan dan mengesahkan Undang-Undang tersebut terdiri lebih dari 550 orang. Pembuatan Rancangan Undang-Undang (RUU) pun memakan waktu, biaya, tenaga dan sumber daya lain cukup banyak. Sering terjadi perbenturan kepentingan dalam penyusunan RUU tersebut, sehingga dibutuhkan kompromi-kompromi politis antar para pemangku kepentingan yang membutuhkan energi supaya RUU mulus digulirkan menjadi Undang-Undang. Dengan kata lain sumber daya perasaan pun seperti kebesaran jiwa, kenegarawanan dan lain-lain tidak sedikit yang terkuras untuk menghasilkan sebuah Undang-Undang.

Dalam hal ini maka diperlukan pengawasan yang ketat terhadap lembaga MK tersebut, agar kewenangan yang telah disandangnya tidak disalahgunakan untuk kepentingan-kepentingan di luar koridor keadilan hukum. Karena sekali saja MK menyalahgunakan kewenangannya, maka yang akan menanggung akibatnya adalah sistem hukum Negara Indonesia. Artinya, kewibawaan hukum negara akan merosot, padahal negara ini jauh-jauh hari telah menyatakan diri sebagai negara hukum sesuai UUD 45, karena hanya dengan itu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dapat diwujudkan.

Bahwa bisa saja sebuah Undang-Undang hasil DPR dan Pemerintah tidak berpihak pada prinsip keadilan dihasilkan, kemudian harus dibatalkan oleh MK, itu sah-sah saja sesuai peran dan fungsi MK. Namun sekalipun demikian MK tetap saja harus dikawal supaya tetap berdiri dan bertugas sebagai penyeimbang kemungkinan ketidakadilan yang akan terjadi dalam sistem hukum Indonesia. Bagaimana pun kekuasaan MK sangat besar, jika tidak dikawal, kekuasaan itu cenderung disalahgunakan seperti pepatah berikut, “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely” (Lord Acton, 1887).

Untuk pelengkap atau komplemen MK dalam rangka menjalankan tugasnya, setidaknya dibutuhkan tiga macam pelengkap yang berfungsi mengedalikan MK secara preventif, detektif dan korektif:

  • Saat ini pengendalian yang bersifat preventif untuk mengontrol MK sudah ada, yakni Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Undang-undang ini merupakan komplemen terhadap keberadaan MK secara preventif, karena di dalamya telah diatur dan ditata hak dan kewajiban lembaga MK tersebut termasuk selurh jajaran yang mengawakinya.   Kontrol jenis ini bersifat pasif, walaupun tetap sangat berguna sebagai rambu-rambu dalam perlintasan proses pemutusan perkara oleh MK, sehingga para hakim khususnya sudah memperoleh pedoman sebelumnya dalam memutus perkara.
  • Pelengkap MK yang melakukan fungsi detektif harus berupa sebuah Dewan Etika MK, supaya memiliki kewenangan memaksa (saat ini belum ada). Dewan Etika harus bertugas mengawal proses pemutusan perkara (Undang-Undang atau hasil Pemilihan Umum) sejak awal sampai menjelang pembuatan keputusan. Dewan Etika berfungsi lebih sebagai konsultan etika dan tidak boleh berurusan dengan substansi perkara, yakni terkait dengan perilaku para hakim dalam berhubungan dengan mereka yang berperkara. Sumber nilai etika dapat diambil dari berbagai pedoman, misalnya Pancasila sebagai dasar negara dengan penafsirannya, Pembukaan UUD 45, batang tubuh UUD 45, nilai-nilai kearifan lokal bangsa dan lain-lain. Namun secara ringkas butir-butir etika berikut dapat menjadi tolok ukur kinerja hakim konstitusi (meminjam kode etik menurut The Institue of Internal Auditors):

o     Integritas, yakni berpihak pada kebenaran dan memutuskan perkara karena kebenaran tersebut,

o     Objektivitas, dalam memutus perkara tidak dipengaruhi kepentingan pribadi atau pihak lain,

o     Konfidensialitas, memelihara informasi secara baik dan tidak membocorkan kepada sembarang pihak yang tidak terkait dan

o     Kompeten, memiliki keterampilan, pengetahuan dan pengalaman yang mendukung tugas yang diembannya.

dapat menjadi ukuran penilaian perilaku seorang hakim MK oleh Dewan Etika.

  • Pelengkap MK secara korektif yang bertugas memonitor dampak putusan perkara yang dihasilkan MK itu sendiri. Yang melakukan fungsi ini seharusnya adalah DPR sebagai representasi rakyat Indonesia. Dalam hal ini, DPR sebagai pihak yang memproduk Undang-Undang dan kemudian dianulir oleh MK, akan lebih mengetahui dampak yang terkait dengan putusan MK tersebut. Namun supaya efektif, fungsi korektif DPR harus diwakili oleh komisi yang membidangi hukum, dan secara khusus fungsi korektif terhadap putusan MK harus diemban oleh tim tersendiri dari komisi hukum tersebut. Hal yang dapat dikerjakan oleh tim korektif adalah mengolah dampak putusan MK dimaksud, artinya jika putusan tersebut menimbulkan ketidakadilan hukum pada khalayak banyak, maka tim korektif harus mengusulkan kepada DPR untuk merehabilitasi putusan tersebut, misalnya.   Cara yang dilakukan dapat melalui amandemen Undang-Undang dan lain-lain.

Kesimpulan

Keberadaan MK adalah tuntutan zaman yang tidak bisa dielakan. MK sejajar dengan lembaga tinggi negara lain seperti MPR, DPR, Presiden, MA dan BPK. MK berfungsi memutus perkara terkait Undang-Undang dengan cara dibandingkan dengan UUD 45, yang mungkin dapat terjadi akibat interaksi lembaga-lembaga tinggi negara tersebut atau hal lain.

Dalam menjalankan fungsinya – sebagaimana lembaga tinggi negara lain – MK harus dikawal melalui sejumlah kelengkapan kelembagaan. Kelengkapan ini berupa fungsi kendali yang meliputi kendali preventif, detektif dan korektif.

Fungsi kendali preventif adalah seperangkat peraturan atau Undang-Undang terkait penyelenggaraan MK. Sedangkan fungsi kendali detektif harus berupa lembaga seperti Dewan Etika MK yang memiliki kewenangan menguji etika dan perilaku MK, khususnya para hakim konstitusi dalam berurusan dengan proses pemutusan perkara dan mereka yang berperkara. Dewan Etika harus memiliki kewenangan memaksa sehingga memiliki wewenang menjatuhkan sanksi kepada siapa pun yang melakukan pelanggaran. Sedangkan fungsi kendali korektif harus dipegang oleh DPR, karena merupakan pihak yang memproduksi Undang-Undang sehingga diharapkan lebih mampu menilai dampak putusan MK yang menganulir keseluruhan/ sebagian Undang-Undang tersebut, mengingat DPR diasumsikan memahami filosofi/ jiwa Undang-Undang tersebut.

Referensi

  1. Jurnal Konstitusi, Volume 7 Nomor 3, Juni 2010.
  2. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.ProfilMK&id=1, diakses tgl 12 Maret 2014
  3. The Quotation Page, http://www.quotationspage.com/quote/27321.html, diakses tanggal 13 Maret 2014.
  4. Standards and Guidence: Code of Ethics, https://na.theiia.org/standards-guidance/mandatory-guidance/Pages/Code-of-Ethics.aspx, diakses tanggal 13 Maret 2014

 

 

Lembaga Komplemen Mahkamah Konstitusi (MK), Apakah Perlu ?

Oleh: Ade Romadhony

Jika ditilik dari sejarah keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) secara global, maka hal yang melatarbelakangi adalah kondisi di mana dikhawatirkan terdapat undang-undang/peraturan Negara yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar/Konstitusi sebuah Negara. Hal ini bisa terjadi karena penyusun Undang-Undang mempunyai kepentingan politik tertentu, mengingat para penyusun tersebut (anggota parlemen) mayoritas berasal partai. Pembentukan MK juga berpengaruh terhadap penataan struktur lembaga-lembaga tinggi negara. Posisi MPR yang tadinya berada pada puncak, bergeser menjadi sejajar dengan lembaga-lembaga negara lain, dan masing-masing adalah pelaksana kedaulatan rakyat, dengan ketentuan sesuai yang dinyatakan pada Undang-Undang Dasar (UUD). Sembilan orang anggota mahkamah konstitusi merepresentasikan tiga unsur lembaga negara yaitu masing-masing-masing 3 orang anggota yang diajukan oleh presiden, DPR dan mahkamah agung.

Dalam melaksanakan tugasnya, MK pernah beberapa kali menuai kritikan, antara lain pada kasus berikut :

  1. Dihapuskannya larangan hak pilih bagi eks anggota Gerakan 30 S/PKI
  2. Menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat ketentuan pasal 50 UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) yang berarti memperluas kewenangan MK sendiri

Dari beberapa contoh tersebut tentang putusan MK yang menimbulkan kritikan, terlihat bahwa perdebatan muncul karena posisi MK yang mempunyai kekuasaan melawan keputusan DPR dan Presiden. MK hanya terdiri atas 9 hakim, sementara DPR terdiri atas 550 orang. Didasarkan bahwa alasan pembentukan MK adalah kebutuhan adanya suatu pengadilan yang secara khusus melakukan pengujian terhadap produk undang-undang, dan beberapa keputusannya mengundang kritik, maka terdapat peluang untuk membentuk sebuah lembaga sebagai komplemen MK. Berikut akan dipaparkan analisis tentang kemungkinan ada atau tidak adanya lembaga komplemen MK :

  1. Adanya lembaga komplemen MK

Dengan adanya lembaga komplemen MK, maka hasil pekerjaan MK berlaku sebatas “rekomendasi”, dan dalam rangka finalisasi keputusan, memerlukan persetujuan dari lembaga komplemen tersebut. Hal ini dapat menjembatani kritika terhadap kedudukan MK yang seolah-olah melebihi DPR, padahal jumlah anggotanya berbeda jauh. Namun keberadaan lembaga komplemen tentu membutuhkan pengaturan lebih lanjut, terutama dalam struktur lembaga negara. Serta perlu dipikirkan, siapa yang mestinya berhak duduk dalam lembaga komplemen tersebut ? Mengingat fungsi lembaga komplemen yang nantinya akan menjembatani kepentingan antara pembuat Undang-Undang dan penguji Undang-Undang.

  1. Tidak adanya lembaga komplemen MK

Permasalahan di negara ini tidak akan selesai hanya dengan membuat lembaga-lembaga baru. Sudah cukup banyak wadah bagi perwakilan rakyat yang ingin berkontribusi secara langsung dalam praktek ketatanegaraan. Sebagai contoh, DPR kita mempunyai jumlah total anggota sebanyak 550, jumlah yang cukup besar, namun bagaimana kualitasnya ? Jika yang menjadi alasan perlunya lembaga komplemen adalah karena kewenangan MK yang mencakup hal-hal krusial seperti keputusan terhadap perundang-undangan, bisa dilakukan pengaturan lagi terhadap kewenangan lembaga-lembaga negara. Bukankan MK juga lahir dengan cara amandemen terhadap UUD. Sehingga dengan penataan lembaga-lembaga negara dengan lebih baik, serta mekanisme untuk menjaga kinerja personilnya dijaga, dapat dikatakan semua kekurangaan sistem yang ada saat ini bisa dibatasi. Saat ini, yang baru terlihat diperhatikan kualitasnya adalah hakim anggota MK, sementara untuk anggota DPR belum. Bisa jadi dengan persyaratan kualifikasi yang lebih ketat, maka performansi kinerja DPR juga lebih baik.

Referensi

  1. Website resmi Mahkamah Konstitusi. http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/
  2. Official blog Hamdan Zoelva. http://hamdanzoelva.wordpress.com/

SOCIAL NETWORK ANALYSIS (SNA)

Oleh : Warih Maharani

 

Social mediasaat ini telah banyak dimanfaatkan sebagai media untuk komunikasi, sosialisasi, bahkan untuk keperluan kampanye politik, iklan/marketing, e-commerce, distribusi berita, kontrol sosial serta sebagai media interaksi antar penggemar dengan para public figure. Hal itu tentu saja dapat memberikan dampak positif maupun negatif pada masyarakat.

Sebenarnya bagaimana cara untuk mengetahui struktur relasi yang ada di social media??

Perkembangan Social network saat ini semakin berkembang pesat. Dalam suatu komunitas social network, komunitas/grup merupakan wadah yang nyaman untuk saling bertukar informasi antar anggota grup. Hal ini membuat sebuah grup pada media sosial menjadi ladang informasi, baik informasi yang disebutkan secara eksplisit ataupun secara implisit. Pemetaan dan pengukuran alur interaksi dilengkapi dengan analisis pola alur interaksi, yang didefinisikan sebagai social network analysis (SNA)[1][2]. Otte and Rousseau [3] menunjukkan bahwa social network analysis (SNA) dapat digunakan untuk keperluan pengambilan informasi,termasuk hubungan interaksi dan pertemanan antar user, dimana interaksi antar user dan hubungan pertemanan dapat direpresentasikan sebagai graf.

Dalam social media, banyak orang ataupun organisasi/perusahaan bertemu untuk bertukar informasi, opini dan berkolaborasi untuk banyak tujuan. Sebagai contoh, jika divisualisasikan jaringan keterhubungan dalam social media dapat digambarkan sebagai berikut :

SNA-Warih-1

Gambar 1. Visualisasi Social Network Facebook (www.friend-wheel.com) [4]

Gambar di atas merupakan visualisasi dari Social Graph pada media sosial Facebook.

Komunitas virtual merupakan suatu kumpulan obyek yang saling berinteraksi, bertukar informasi, opini dan melakukan komunikasi melalui media internet, yang pada umumnya mempunyai kesamaan diantara anggotanya [4].

Komunitas dalam dunia nyata direpresentasikan dalam sebuah graf yang merupakan kumpulan node yang berhubungan satu sama lain. Untuk dapat mengidentifikasi pertukaran informasi dan opini yang membentuk komunitas dari sekian topik yang saling tidak berhubungan merupakan hal yang relatif sulit. Salah satu tujuan dari beberapa penelitian mengenai SNA adalah untuk deteksi komunitas serta untuk mengidentifikasi kelompok pengguna yang berpengaruh dalam social media sehingga dapat dimanfaatkan secara lebih optimal untuk menyebarkan informasi secara lebih efektif.

Berikut merupakan hasil dari penelitian mengenai pendeteksian komunitas dalam social media[4].

SNA-Warih-2

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, analisis dan implementasi SNA dapat diterapkan untuk mendapatkan berbagai informasi. Sebagai contoh adalah pada kasus dimana suatu perusahaan ingin mencari pemimpin yang populer/banyak berpengaruh di kalangan karyawan, atau ingin mengukur tingkat interaksi dan kedekatan pimpinan dengan bawahannya disuatu divisi. Informasi dan parameter yang dapat merepresentasikan hal seperti ini bermanfaat bagi bagian pengembangan SDM untuk menentukan arah pengalokasian dan positioning SDM maupun untuk mengetahui pola persebaran informasi di suatu lingkup tertentu [5]. Hal tersebut dapat dilihat dengan menganalisis struktur dan relasi interaksi antar individu yang kemudian direpresentasikan dalam bentuk graf. Mengapa graf? Representasi social network dinyatakan dalam bentuk graf dikarenakan graf merupakan tipe representasi social network yang paling fundamental [6][7].

SNA memiliki beberapa definisi, diantaranya: Krebs [8] mendefinisikan bahwa Social Network Analysis adalah proses pemetaan dan pengukuran relasi antara orang ke orang, sedangkan Freeman [9] mendefinisikan sebagai teknik yang fokus mempelajari pola interaksi pada manusia yang tidak terlihat secara eksplisit. Scott [10] mendefinisikan sebagai sekumpulan metode untuk menginvestigasi aspek relasi pada struktur sosial. Berdasarkan ketiga definisi tersebut, secara garis besar memiliki kesamaan makna, yaitu mengarah pada proses analisis jaringan sosial berkaitan dengan bentuk struktur dan pola interaksi entitas di dalamnya.

Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa SNA lebih menekankan pada interaksi antar entitas didalamnya daripada entitas itu sendiri, dengan kata lain SNA lebih banyak membahas hubungan antar aktor daripada atribut aktor tersebut [10]. Pola interaksi antar entitas akan memberikan informasi baru. Namun bukan berarti entitas tidak ada gunanya sama sekali. Attibut pada entitas yang menjadi node pada graf memiliki informasi yang dapat membantu untuk membuat hipotesa atas fenomena yang terjadi. Sebagai contoh pada kasus jejaring sosial online di twitter, yang lebih banyak dianalisis adalah interaksi antar user twitter, dalam hal ini pola interaksi akan dapat menentukan user mana yang paling berpengaruh dalam suatu lingkup grup tertentu. Namun setelah diketahui user mana yang paling berpengaruh,kemudian tidak akan dapat dianalisis lebih lanjut mengapa user tersebut bisa mendapatkan posisi tersebut, jika tidak diketahui profil user tersebut, siapa dia di dunia nyata, apa jabatannya, dan lain sebagainya. Sejauh ini dapat dikatakan bahwa interaksi antara entitas yang membentuk relasi hanya akan dapat menyimpulkan informasi sampai pada level graf saja, namun untuk sampai bisa berguna lebih lanjut di dunia nyata, perlu diketahui pula informasi lebih jauh tentang node itu sendiri.

Namun demikian, SNA yang berada pada level graf lebih cenderung menganalisis struktur dan pola interaksi antar entitas. Freeman [9] menyampaikan bahwa pola interasi manusia merupakan suatu aspek yang penting bagi kehidupan manusia yang terlibat didalamnya. Interaksi dalamSNA tersebut akan menjawab berbagai persoalan antara lain mengukur bagaimana individu terkoneksi dengan yang lain, bagaimana seseorang akan mempengaruhi relasi antar orang lain dan juga mengukur bagaimana individu-individu dalam satu grup saling terhubung dan berintraksi.

Sejak tahun 1970an, teknik SNA telah banyak mendapatkan perhatian dan pengembangan di berbagai bidang. Beberapa pengaplikasian SNAantara lain adalah sebagai berikut :

  1. Pengujian pada suatu jaringan peternakan untuk menganalisa bagaimana penyakit menyebar dari salah satu sapi ke sapi yang lain.
  2. Menemukan kemunculan komunitas hobi di suatu universitas.
  3. Mengungkap pola transfer pengetahuan yang mengalir pada para peneliti berdasarkan publikasi risetnya.
  4. Menentukan jurnalis dan analis yang berpengaruh di dunia IT.
  5. Mengungkap pola penyebaran HIV di suatu penjara.
  6. Memetakan jaringan orang-orang eksekutif berdasarkan aliran email.
  7. Menemukan jaringan inovator di suatu regional ekonomi.

Beberapa tahun terakhir ini arah analisis sosial network lebih mengarah pada media-media online dan aliran informasi di dunia maya. Hal ini dikarenakan jumlah informasi yang mengalir di dunia maya semakin banyak dan cepat, seperti pada facebook, twitter, youtube dan sebagainya. Hal yang menarik lainnya adalah implementasi SNA pada analisis interaksi link antar website, yang kemudian dapat meningkatkan fungsionalitas web tersebut dan efisisensi kunjungan yang semakin meningkat akibat adanya sistem rekomendasi.

 

Referensi :

[1] Eunice E.Santos, Chair et al. 2007. Effective and Efficient Methodologies for Social Network Analysis.Virginia US

[2] C. Kadushin, 2005, “Who Benefits from Network Analysis: Ethics of Social Network Research”, SocialNetworks, vol. 27, p. 139.

[3] E. Otte & R. Rousseau, Social network analysis: a powerful strategy, also for the information sciences. Journal of Information Science, 28, 443-455, 2002

[4] http://www.friend-wheel.com

[5] John, Paul Hatala.2006.Social Network Analysis in Human Resource Development : A New Methodology, Louisana State University. Loisana : SagePublications

[6] Xu,Guangdong. Zhang,Yanchun and Li Lin. 2011. Web Mining and Social Networking Techniques and Application. New York: Springer Science+Business Media,LLC

[7] W. Nooy, A. Mrvar, and V. Batagelj, 2005, Exploratory Social Network Analysis with Pajek, Cambridge University Press.

[8] L. C. Freeman, 1979, “Centrality in social networks: I. conceptual clarification”, Social Networks, vol. 1 p.215.

[9] J. Scott, 1992, Social Network Analysis, Newbury Park CA: Sage.

[10] E. Otte & R. Rousseau, Social network analysis: a powerful strategy, also for the information sciences. Journal of Information Science, 28, 443-455, 2002

 

Mengukur Performansi Bisnis Menggunakan Balanced Scorecard (Bagian 2)

Oleh: Lukman Abdurrahman

 

Balanced Scorecard Sebagai Sistem Manajemen Strategis

Sasaran BSC tidak pada sistem pengukuran operasional, namun umumnya dikaitkan dengan manajemen strategis guna mengelola rencana-rencana jangka panjang. Dalam hal ini, mengacu pada konsep Oracle, BSC merupakan salah satu modul dari Strategic Enterprise Management (SEM). Oleh karena itu, BSC memfasilitasi pula proses-proses manajemen kritis berikut (lihat gambar 1):

–       Mengklarifikasi dan mentranslasi visi dan strategi.

–       Mengkomunikasikan dan membuat link antara objektif-objektif (objectives) strategis dan ukuran-ukurannya.

–       Merencanakan, men-setting target dan mengintegrasikan inisiatif-inisiatif yang sifatnya strategis.

–       Memperbaiki masukan-masukan balik strategis, juga proses belajarnya.

Bildschirmfoto 2014-04-28 um 10.18.05 vorm.

Gambar 1.  Balanced Scorecard Sebagai Kerangka Strategis

Dalam penerapannya, BSC dilakukan berdasarkan sejumlah kepentingan berikut:

–       Memperoleh kejelasan dan memperkuat konsensus pada visi dan strategi perusahaan

–       Membangun tim manajemen yang lebih solid pada sasaran leadership development

–       Mengkomunikasikan visi dan strategi kepada jajaran organisasi perusahaan

–       Menyelaraskan kegiatan operasional terhadap pencapaian tujuan-tujuan strategis

–       Membuat patokan target-target strategis

–       Mengaliansikan sumber daya, program-program, strategi dan investasi

–       Menyajikan sarana pembelajaran manajemen strategis

–       Membangun sebuah sistem umpan balik (a feedback system)

Balanced Scorecard dapat diterapkan untuk berbagai tipe organisasi: otonom, korporasi yang terdiri dari sekumpulan SBU (strategic business units), joint ventures, departemen-departemen pendukung dalam suatu korporasi, dan organisasi lainnya.   Sebagai sistem instrument manajemen strategis, perancangan BSC dimulai dari penjabaran visi dan misi organisasi. Sebelumnya, pencanangan visi, yang nantinya akan berfungsi sebagai panduan terhadap arah bisnis perusahaan, perlu dilakukan oleh pimpinan puncak organisasi usaha. Dalam tahap ini para senior manajer harus pula menerjemahkan visi dan misi tersebut ke dalam sejumlah strategi dan turunannya yang secara mudah dapat dipahami oleh seluruh jajaran perusahaan. Selanjutnya harus dilakukan proses sosialisasi visi dan strategi perusahaan sebagai bagian dari proses pendidikan pegawai.   Hal ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa pada gilirannya jajaran lini operasionallah yang harus merealisasikan visi perusahaan ini ke dalam tindakan nyata. Jika para pelaksana tersebut mengerti betul objektif-objektif tingkat tinggi itu, mereka dapat dengan mudah membuat objektif-objektif lokal yang mendukung strategi global di atasnya.

Langkah selanjutnya adalah membuat perencanaan dan target-target terhadap ukuran-ukuran/ parameter BSC yang telah didefinisikan sebelumnya. Dalam tahap ini, para manajer diharapkan mampu untuk mengkuantifikasikan hasil-hasil jangka panjang yang mungkin dapat dicapai. Sebagai contoh, pembuatan target tersebut dilakukan untuk jangka waktu 3 sampai 5 tahun ke depan, yang secara manajerial sudah dapat dikatakan mewakili performa sebuah perusahaan. Selain itu, para manajer pun harus mampu mengidentifikasi mekanisme dan menyajikan semua sumber daya untuk mencapai hasil-hasil di atas tersebut.   Dan yang tak kalah pentingnya adalah, mereka pun harus mematok target-target jangka pendek ukuran-ukuran scorecard tersebut baik dari perspektif finansial maupun non finansial, termasuk tonggak-tonggak (milestones) periode pengukurannya.

Proses manajemen akhir dalam perancangan sistem pengukuran manajemen ini adalah menjadikan BSC sebagai sebuah kerangka belajar strategis. Artinya, BSC harus merupakan sarana bagi para manajer untuk mendapatkan umpan balik terhadap strategi yang mereka rumuskan dan menguji hipotesa yang mendasari strategi tersebut. Hal ini sangat mungkin, karena BSC membantu para manajer memonitor dan mengatur implementasi strategi mereka, bahkan melakukan perubahan-perubahan mendasar terhadap strategi tersebut.   Dengan demikian pengukuran harus dilakukan secara periodik untuk memonitor apakah target-target pada masing-masing perspektif yang telah diset sebelumnya tercapai atau tidak.   Hasil pantauan ini menjadi sarana umpan balik bagi para manajer guna perumusan-perumusan strategi berikutnya atau mempertahankan strategi yang telah terbukti handal. Memperbaiki masukan-masukan balik strategis, juga proses belajarnya.

Membuat link dari strategi ke dalam ukuran-ukuran BSC harus memenuhi beberapa kriteria. BSC harus terdiri dari kumpulan indikator atau key success factors tidak hanya yang kritis, tapi mengandung faktor-faktor lainnya. Kerangka ukuran-ukuran BSC harus diturunkan dari diagram hubungan sebab-akibat performance drivers, dan kaitannya ke finansial.

 

Referensi:

  1. Robert S. Kaplan dan David P. Norton, Translating Strategy into Action: The Balanced Scorecard, Harvard Business Review School Press, Boston, Massachusetts, USA, 1996.
  2. —-, eLearning for Building & Managing the Balanced Scorecard: Course Manual, Balanced Scorecard Collaborative, Inc., a Palladium Company, 2008.